WIRIDAN SETELAH SHALAT
A. Wiridan Setelah Shalat
Yang
dimaksud dengan istilah wiridan adalah berdzikir dan berdoa dengan membaca
bacaan khusus setelah shalat dilaksanakan, baik secara sendirian maupun
bersama-sama. Hal ini berdasarkan adanya petunjuk dari Nabi SAW dalam hadits
nya.
Akan
tetapi dalam realitasnya, di berbagai daerah bacaan yang memakai wiridan itu,
berbeda-beda satu dengan yang lain, sebab dalam tradisinya bacaan-bacaan
tersebut berdasarkan pada bacaan-bacaan yang sudah diberikan oleh seorang guru
atau kyai kepada para murid atau santrinya. Sekalipun demikian, pada intinya
bacaan-bacaan tersebut sama, artinya dari sekian banyak bacaan, pasti didalam
nya terdapat kalimat yang sama, yaitu Subhanallah, Alhamdulillah,
Lailaahaillallah, allahu Akbar.[1]
Adapun tradisi yang berlaku dikalangan kita,
khususnya kaum nahdliyyin, biasanya menggunakan tatacara sebagai berikut:
1.
Memulai bacaan wirid dengan suara keras
agar dapat di dengar para jamaah dan memberikan pelajaran pada mereka yang
belum bisa.
2. Semua
jamaah langsung mengikuti bacaan imam sampai selesai.
3.
Kemudian imam menutupnya dengan membaca
doa dan para jamaah mengangkat tangan kedepan atas dengan membaca amin.
Seperti itulah kebiasaan kaum
muslimin di berbagai daerah dalam berdzikir setelah melaksakan kewajiban shalat
dengan bacaan-bacaan yang biasa dipakai oleh para ulama’ terdahulu, sehingga
wajar jika terjadi perbedaan kalimat yang dibaca, sebab panjang pendek nya
bacaan dalam wiridan, tergantung pada muqaddimah dan penutupnya.
B. Hukum Wiridan Setelah Shalat dan
Dasar Amaliyahnya
Adapun hokum wiridan setelah shalat
adalah sunnah, sebab bacaan yang dipakai dalam wiridan adalah bacaan yang biasa
dipakai dalam dzikir, sedangkan berdzikir hukumnya adalah sunnah. Oleh karena
itu hokum wiridan adalah sama, yaitu sunnah.[2] Hal
ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
1.
Hadis riwayat Abu Dawud, yang artinya:
Dari Abu Hurairah RA, bahwa Abu Dzar RA, bertanya
kepada Rasulullah SAW “Wahai Rasulullah orang –orang kaya itu mempunyai banyak
pahala. Mereka melaksanakan shalat sebagaimana kami mendirikan shalat, mereka
berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan
harta mereka, namun kami (tidak mampu bersedekah) karena tidak memiliki harta
benda yang dapat kami shadaqahkan” Lalu Rasulullah bersabda “ Wahai Abu Dzar
maukah aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat yang bisa menyamakan derajatmu
dengan orang-orang yang mendahuluimu, dan orang-orang yang dating sesudahmu
tidak akan dapat menyamaimu kecuali mereka membaca kalimat itu”, Abu Dzar
menjawab “Iya wahai Rasulullah” Maka kemudian Rasulullah bersabda “hendaklah
kamu membaca takbir 33 kali, tahmid 33 kali, dan tasbih 33 kali setiap setelah
shalat, kemudian diakhiri dengan bacaan la ilaha illallahu wahdahu laa
syarikalah, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun seperti buih di lautan”.[3]
2. Hadis
riwayat Muslim, yaitu:
Aisyah berkata: Setelah Rasulullah mengucapkan salam
9setelah selesai Shalat), maka beliau duduk sekedar membaca do’a, Allahumma
anta salam waminka salam tabarakta ya dzal jalaali wal ikram.[4]
3. Hadis
riwayat Nasa’iy, yaitu:
Barang siapa membaca ayat kursi dan qul
huwallahuAhad setiap selesai shalat yang diwajibkan, maka tidak ada yang
menghalanginya untuk masuk surge kecuali kematian (yakni ketika kematian itu
dilalui, dia akan masuk surge).[5]
Diriwayatkan
dari Uqbah bin Amir beliau berkata, Rasulullah SAW menyuruhku agar membaca
surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Nas setiap selesai sholat.[6]
Dari beberapa hadis tersebut, para ahli hokum Islam
berkomentar sebagai mana yang tertuang di dalam kitab-kitab sebagai berikut;
1.
Kitab Al-Fatawa Al-Hadistiyah, yaitu:
Apabila wirid yang dibaca keras itu mengganggu orang
yang sedang sholat atau tidur, sebaiknya dibaca pelan saja. Keterangan semacam
ini diperkuat dengan adanya hadis bahwa shahabat Umar kalau membaca wirid ia
membacanya keras, berbeda dengan Abu Bakar. Suatu ketika, Nabi menghampiri mereka
berdua, dan Nabi lalu berucap “Kalian pernah membaca sesuai yang pernah aku
sampaikan”.[7]
2. Kitab
Mughniy Al-Muhtaj, yaitu:
Wrid
disunnahkan dibaca pelan, baik dzikir maupun do’anya kecuali bila imam
bermaksud mengajarkan kepada ma’mum (santri, misalnya) maka boleh membacanya
dengan keras.[8]
3. Kitab
Irsyad Al-Mu’minin, yaitu:
Ibnu Abbas berkata: sesungguhnya mengeraskan suara
bacaan dzikir setelah melaksanakan sholat fardhu itu pernah dilaksanakan pada
masa Rasulullah SAW, dan beliau mengatakan Aku sudah mengetahui itu ketika
mereka sudah melaksanakan shalat. Syaikh Isma’il usman Bin Zain Al-Yamaniy
berpendapat bahwa hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar disyare’atkanya
berdzikir dan keutamaanya setelah selesai shalat.[9]
4. Kitab
Fiqh Al-Sunnah dan Al-Adzkar, yaitu;
Shahabat
tsauban berkata : Rasulullah bila usai melaksanakan shalat ia membaca
Astagfirullah haladzim, sebanyak 3 kali, juga membaca Allahumma Anta Assalam Wa
Minka Assalam Tabarokta Yadzaljalaliy Wal Ikram (HR. Imam Lima kecuali Imam
Al-Bukhari).[10]
DAFTAR
PUSTAKA
Abu
daud, Sulaiman bin Al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, CD.
Wahbah,
Al-Fiqh Al-Islam tth.
Muslim,
Abi Hasan bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairiy Al-Naisaburiy, Al-Jami’
Al-Shahih, Juz: II, (Beirut, Dar Al-Fikr, tth.).
Al-Nasa’iy, Abu Abdurrahman
bin Ali bin Sya’aib bin Sinan bin Bahr Al- Khurasaniy Al-Qadliy, Sunan
Al-Nasa’iy, Juz: II, (Beirut, Dar Al-Fikr, tth).
Al-Haitamiy,
Ibnu Hajar Al-Fatawa Al-Hadistiah, (Beirut, Maktabah wa mathba’ah Musthafa
Al-Babiy Al-Halabiy, tth.).
Al-RAmliy.
Muhammad Syamsuddin, Nihayah Al-Mukhtaj, juz: I, (Beirut, Maktabah Dar Al-Fikr,
tth.
Al-Yamaniy,
Isma’il Usman Bin Zain, Irsyad Al-Mu’minin Ila Fadla-Ili Dzkri Rabbil Alamiin,
(Makkah Al-Mukarramah Maktabah Mathabi’ Al-Zam-zam, 1402 H).
Sayyid Sabiq,
Fiqh Al-Sunnah.
Tulisan ini diposkan oleh: Najmal Falaq
Tgl./Bulan/Tahun : 16 januwari 2015
Nomer telefon : 081555906438
Imail : najmalfalah@yahoo.co.id
[1] Abu daud, Indek
Nomor:1286
[2]Wahbah, Al-Fiqh
Al-Islam…., Op, Cit, Juz: I hal:800.
[3]Abu Dawud, Sunan
Abi Dawud, Hadis Indek Nomor:1286.
[4]Muslim, Shahihul
Muslim, Hadis Nomor Indek:932.
[5]Al-Nasa’iy,
Sunan Al-Nasa’iy, Hdis Nomor Indek:124.
[6]Ibid, Hadis
Nomor Indek:1319.
[7]Al-Haitamiy,
Ibnu Hajar Al-Fatawa Al-Hadistiah, (Beirut, Maktabah wa mathba’ah Musthafa
Al-Babiy Al-Halabiy, tth.), ha:56.
[8]Al-RAmliy.
Mughniy…., Op,Cit, Juz:I, hal:182.
[9]Al-Yamaniy,
Irsyad Al-Mu’minin…., Op, Cit, hal:17.
[10]Sayyid Sabiq,
Fiqh Al-Sunnah…., Op, Cit, Juz I, hal:316.
No comments:
Post a Comment