ULASAN
TENTANG MENYENTUH LAIN JENIS YANG BUKAN MUHRIM
DAN
MENYENTUH
AL-QUR’AN
A. Menyentuh Lain Jenis
Yang dimaksud menyentuh
disiniadalah seorang laki-laki menyentuh kulit seorang perempuan secara
langsung tanpa ada penghalang, dan diantara laki-laki dan perempuan tersebut
bukan mahram. Dari kasus seperti itu, maka yang menjadi masalah adalah.
Apakah orang yang disentuh (tidak sengaja) atau
orang yang menyentuh (sengaja) itu wudhu’nya batal atau tidak….?
B. Hukum Menyentuh Lain Jenis dan
Landasan Amaliyahnya
Dari persoalan tersebut, para ahli
hokum islam dari kalangan kaum nahdliyyin
khususnya dan mereka yang bermadzhab syafi’I berpendapat bahwa wudhu’ orang
tersebut adalah batal[1]. Hal
ini berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi sebagai berikut:
1. Surat
Al-Nisa’ ayat 43 yang artinya:
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau
kembali dari buang air atau kamu menyentuh perempuan lain yang bukan mahram,
kemudian kamu tidak menjumpai air maka bertayyamumlah kamu dengan tanah yang
baik (suci)".
2. Hadits
Nabi SAW
a. Hadits
riwayat Imam Malik yang artinya
“Dari Abdullah
bin Umar, ia berkata, kecupan suapi kepada istrinya dan menyentuh dengan
tanganya termasuk mulamasah. Maka siapa saja yang mengecup istrinya atau
menyentuhnya, maka ia wajib melakukan wudhu’.[2]
b. Hadits
riwayat Imam Bukhari yang artinya:
“Dari
Aisyah ra istri Nabi SAW, sesungguhnya ia berkata saya tidur di dekat
Rasulullah saw, sedangkan dua kakiku ada di depan rasul saw. Apabila akan
sujud, Nabi meraba kakiku (dengan tanganya) dan aku menarik kakiku. Dan setelah
Nabi Saw berdiri aku bentangkan lagi kedua kakiku”.[3]
Dalam menghadapi hadis tersebut,
para ahli hokum islam berkomentar sebagaimana yang terungkap dalam kitab
sebagai berikut:
1. Kitab
Majmu’, Imam Nawawiy berpendapat bahwa hadis tersebut harus diartikan bahwa
Nabi ketika menyentuh menggunakan penghalang sehingga kulit beliau tidak
bersentuhan langsung dengan kulit istrinya, yaitu: “Jawaban dari hadis Aisyah tentang
menyentuhnya tangan beliau ke tumit Nabi SAW, merupakan masalah yang boleh jadi
menggunakan takbir/sekat penghalang.[4]
2. Kitab
Ghayah Al-Wushul, Imam Syafi’I berkomentar bahwa hadits tersebut masih
mengandung beberapa kemungkinan yaitu ada penghalang atau tidak, padahal dalam
hadis tersebut tidak ditemukan adanya penjelasan apakah Nabi menyentuh secara
langsung atau tidak, sehingga hadis tersebut tidak bisa dijadikan landasan
dalam permasalahan ini. Hal ini sesuai kaidah sebagai berikut:
“Beberapa kejadian yang masih menimbulkan berbagai
kemungkinan, maka ia tercakup dalam dalil mujmal dan tidak bisa dibuat dalil.
3. Kitab
Al-Fiqh Al-Manhaj, seorang laki-laki yang menyentuh istrinya atau perempuan
lain (ajnabiyah) tanpa penghalang maka wudhu’ keduanya batal, sebab yang
dimaksud istilah ajnabiyah adalah setiap wanita yang halal di nikahi.[5]
C.
MENYENTUH
Al-QUR’AN
1. Menyentuh
Al-Qur’an
Telah dapat kita ketahui bersama bahwa Al-Qur’an
merupakan kalamullah (firman Allah
SWT) yang diturunkan ke dunia sebagai petunjuk bagi manusia. Oleh karena itu,
Kalamullah Al-Qur’an harus diagungkan oleh seluruh umat Islam. Akan tetapi jika
terjadi kasus ada seseorang yang menyentuhnya, maka yang menjadi persoalan
adalah:
Apakah orang yang menyentuh Al-Qur’an itu harus
dalam keadaan suci dari hadas, baik kecil maupun besar?
Apakah yang tidak diperbolehkan untuk disentuh itu
semua mushaf Al-Qur’an atau hanya tulisanya saja?
2. Hukum
Menyentuh Al-Qur’an dan Landasan Amaliyahnya
Dari kasus tersebut, maka hukum menyentuh Al-Qur’an
bagi orang yang berhadas adalah hukumnya haram, baik hadas kecil maupun besar,
baik menyentuh mushafnya, tulisanya langsung maupun hanya pinggiran kertasnya.
Hal ini berdasarkan firman Allah dan sabda rasul-nya, yaitu:
a. Surat
Al-Waqi’a yang artinya:
“Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang-orang
yang suci yang diturunkan dari tuhan alam semesta”.
b. Hadis
riwayat Al-Darimiy, yaitu:
“Dari Abi Bakr Muhammad beliau berkata:
sesungguhnya Rasulullah SAW pernah menulis surat pada penduduk yaman supaya tidak
menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci, HR Al_darimiy.[6]
Dari dasar tersebut para ahli hokum
Islam berkomentar, seperti yang tertuang didalam kitab-kitab sebagai berikut:
1) Kitab
rowa’I al-bayan fi tafsir ayat al-ahkam, yaitu:
Ayat tersebut
menunjukkan hukum (keharaman menyentuh al-Qur’an bagi orang yang tidak punya
wudlu’) dengan jalan isyarah. Allah swt menyabutkan bahwa mushab yang suci itu
tidak dapat disentuh kecuali orang-orang yang suci (malaikat) maka begitupula
mushab yang ada dihadapan kita tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang
yang suci dari hadas.[7]
2)
Kitab fathu al-mu’in, yaitu:
Haram sebab hadats kecil, melakukan
shalat, tawaf, sujud, yakni sujud tilawah dan sujud syukur,membawa mushaf dan
menyentuh kertas yang ditulisi ayat al-Qur’an,walaupun hanya sebagian ayat.[8]
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khon,
Doktor dan Doktor Mushafa Al-Bagha, Al-fiqh Al-Manhaji ‘Ala Madzahab Al-Imam
Al-Syafi’iy, (Damasqus,Dar Al-Kutub Al-Arabiyyah,1998).
Ibnu
Anas, Al-Imam Malik, Al-Muwatha’ (Bairut, Maktabah Dar Al-kutub Al-Ilmiyyah,
2002)
Al-Bukhari,
Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il, Shaheh Al-Bikhari, CD.
Al-Nawawiy,
Muhyiddin Abu zakariyya Yahya bin Syarif, Al-Majmu’ Ala Syarf, Al-Muhadzab,
Juz: II, (Beirut, Maktabah Dar Al-Fikr,tth).
Al-Darimiy,
Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman Sunan Al-Darimiy, CD.
Al-shabuniy,
Muhammad ali, Rawai al-bayan fi tafsir ayat al-ahkam, Juz:II,(Damaskus, Maktabah
al-Ghozaliy, 1971).
Al-Mulaibiriy,
Zainuddin bin Abdul ‘Aziz, Fathu al-Mu’iin bi syarkh Qurrah al-‘Ain, (Surabaya,
Maktabah Dar al-ihya’, tth.).
Tulisan
ini diposkan oleh: Najmal Falaq
Tgl./Bulan/Tahun : 10 januwari 2015
Nomer
telefon : 081555906438
Imail : najmalfalah@yahoo.co.id
[1]Al-Khon,
Musthafa dan Al-Baghiy, Al-Fiqh Al-Manhaji ala Madzhab Al-Imam Al-Syafi’iy,juz I,(Damasyqi,
Maktabah Dar Al-Qolam,1998), hal:63
[2]Ibnu Anas,
Al-Imam Malik, Al-Muwatha’ Juz II, (Bairut, Maktabah Dar Al-kutub Al-Ilmiyyah,
2002),hal:62.
[3]Bukhari,
Shaheh….,Op Cit, Hadits pendek:369.
[4]Al-Nawawiy,
Muhyiddin Abu zakariyya Yahya bin Syarif, Al-Majmu’ Ala Syarf, Al-Muhadzab,
Juz: II, (Beirut, Maktabah Dar Al-Fikr,tth),hal:22.
[5]Al-khon, Fiqh
Al-Manhaj, Juz:I,hal:63.
[6]Al-Darimiy, Sunan….,
Op,Cit, Hadis Indek Nomor:2166.
[7]Al-shabuniy,
Muhammad ali, Rawai al-bayan fi tafsir ayat al-ahkam, Juz:II,(Damaskus,
Maktabah al-Ghozaliy, 1971), hal: 507.
[8]Al-Mulaibiriy,
Zainuddin bin Abdul ‘Aziz, Fathu al-Mu’iin bi syarkh Qurrah al-‘Ain, (Surabaya,
Maktabah Dar al-ihya’, tth.), hal: 10
No comments:
Post a Comment