BERKUMANDANG ADZAN DUA KALI DALAM SHALAT
JUM’AT
A.
Adzan
Dua Kali Dalam Shalat Jum’at
Telah diketahui bersama bahwa pada
masa beliau Nabi SAW, Abu bakar dan Umar bin Khattab Adzam Jum’at
dikumandangkan jika seorang imam khutbah jum’at duduk di atas mimbar untuk membacakan
khutbahnya.
Kemudian pada masa pemerintahan
dipegang oleh kholifah “Usman bin Affan”, kota Madinah bertambah luas, dan
populasi penduduknya meningkat dan berpercar di berbagai desa yang jauh dari
masjid, sehingga mereka memerlukan cara untuk mengetahui dekatnya waktu
dilaksanakan shalat jum’ah sebelum seorang Imam hadir ke atas mimbar.
Dari factor itulah, khalifah Usman
bin Affan menambah Adzan pertama sebelum seorang imam naik ke atas mimbar dan
adzan kedua dilakukan pada saat imam duduk di atas mimbar. Hal ini dilakukan
pada saat beliau berada di desa Zaura’ (yaitu tempat pasara kota madinah), agar
mereka segera kumpul untuk melaksanakan shalat jum’at. Lalu semua para shahabat
menyetujuinya.
Kemudian peraktek seperti itu
dilanjutkan kaum muslimin di berbagai daerah dan wilayah sampai sekarang,
seperti yang dilakukan kaum muslimin Indonesia, bahkan sudah menjadi kebiasaan
kaum nahdliyyin, dimana pelaksanaan
jum’atan dengan melakukan adzan dua kali, yaitu:
Pertama dilakukan setelah masuk waktu dhuhur, dan,
Kedua dilakukan setelah khatib mengucapkan salam di
atas mimbar sebelum memulai khutbahnya.
Dari peraktek adzan itulah, muncul persoalan dari
mereka yang tidak setuju dengan mempertanyakan:
1. Apakah
peraktek adzan jum’at dua kali seperti itu termasuk bid’ah, mengingat pada masa
beliau (Nabi SAW.), Abu Bakar dan Umar tidak ada…?
2. Bagaimana
hokum adzan jum’at dua kali tersebut…?
B.
Hukum
Adzan Jum’at Dua Kali dan Dasar amaliyahnya
Untuk menjawab dua persoalan
tersebut maka para ahli hokum islam, khususnya kaum nahdliyyin menyatakan bahwa
peraktek adzan jum’at dua kali seperti itu termasuk bid’ah hasanah yang
hukumnya boleh (mubah) diikutti atau diamalkan, posisi perilaku perbuatan para
shahabat adalah sunnah, yang bersetatus sama dengan sunnah Rasulullah SAW,
sebagaimana hadis sebagai berikut:
1. Hadis
riwayat Abu Daud, yaitu:
Rasulullah SAW
bersabda “berpeganglah dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyiddin yang
mendapatkan petunjuk.[1] Hadis
riwayat Abu Dawud, Turmudzi dan Ibnu Hatim dari Ayahnya.
2. Hadis
riwayat Ahmad Ibnu Hambal, yaitu:
Maka hendaknya kamu berpegang teguh
kepada sunnahku dan sunnah Al-Khulafa Al-Rasyiddin sesudah aku.[2]
3. Hadis
riwayat Bukhori, Abu Dawud, Turmudziy, Nasa’iy, Ibnu Majah dan Uzaimah, yaitu:
Dari sa’ib bin
Yazid, beliau berkata: pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar, adzan jum’at
pertama dilakukan setelah imam duduk di atas member. Kemudian pada masa “Utsman
dan masyarakat sudah bertambah banyak, maka beliau menambah adzan ke tiga ke
tiga di atas Zaura’ yatu nama tempat di pasar Madinah.[3]
4. Hadis
riwayat Muhammad bin Maqatil, yaitu:
Muhammad Maqotil
berkata: Abdullah memberitakan kepadaku dari yunus dari azzuhri dari Al-Sa’ib
bin yazib beliau berkata: sesungguhnya adzan pada hari jum’at pada mulanya
dilakukan ketika Imam jum’at duduk di atas mimbar, ini terjadi pada masa
Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar, ketika zaman khalifah Utsman, mereka
memperbanyak atas perintah Usman bahwa di dalam jum’at dilakukan adzan ketiga,
kemudian dilakukan adzan di Zaura’ dan ketetapan itu sampai sekarang.[4]
Dari beberapa hadis tersebut, para ahli hukum
berkomentar sebagaimana yang tertuang dalam kitab-kitab sebagai berikut:
1. Kitab
Tanwir Al-Qulub, yaitu:
Di dalam kitab
tanwir Al-Qulub ada teks sebagai berikut: ketika kaum Muslimin berkembang cukup
banyak di zaman Utsman, ia memerintahkan mereka mereka melaksanakan adzan lain
di Zaura’, dan perintah itu berlaku hingga zaman sekarang. Adzan ini bukan
bidah (amal di liar agama) karena praktik ini sudah ada di zaman khulafa’
Al-Rasyiddin. Ada sabda Rasul yang menegaskan: Kalian hendaknya tetap berpegang
teguh pada sunnahku dan Khulafa’ Al-Rasyiddin.[5]
2. Kitab
Fathul Mu’in, yaitu:
Disunnahkan
Adzan dua kali untuk shalat subuh, yakni sebelum fajar dan setelahnya. Jika
hanya mengunmandangkan satu kali, maka yang utama dilakukan setelah fajar. Dan
sunnah dua Adzan untuk shalat jum’at. Salah satunya setelah khatib naik ke
mimbar dan yang lain sebelumnya.[6]
3. Kitab
Mawahib Al-Ladunniyyah. Yaitu:
Apa yang dilakukan di zaman Utsman
sudah menjadi ijma’ sukuti karena kaum muslimin tidak dapat menolaknya.[7]
DAFTAR PUSTAKA
Abu Daud, Sulaiman bin Al-Asy’ats, Sunan Abi Daud,
CD.
Ibnu Hambal, Ahmad, Musnad Al-Imam Ahmad Ibnu
Hambal, CD.
Al-Kurdiy,
Syaikh Muhammad Amin, Tanwir Al-Qulub fii Mu’amalati ‘Allam Al-Ghuyub,
(Surabaya, Maktabah Dar Al-Ikhya’ tth.).
Al-Mulaibariy,Zain
Al-Din bin Abdul Aziz, Fathul Mu’in bi
Syarh Qurrah Al-Ain, (Indonesia, Dar Al-Khutub Al-Arabiyyah, tth.).
Al-Qhasthalaniy,
Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakar Al-Khathib, Al-Mawahib Al-Ladunniyyah, Juz:
II, (Beirut, Maktabah Dar Al-Khutub Al-Ilmiyyah, tth.).
Tulisan ini diposkan oleh: Najmal Falaq
Tgl./Bulan/Tahun : 22 januari 2015
Nomer telefon
: 081555906438
Imail : najmalfalah@yahoo.co.id
[1]Abu Dawud,
Sunnah…., Op, Cit, Hadis Indek Nomor: 4060.
[2]Ibnu Hambal,
Musnad Ibnu Hambal, Indek Hadis No: 16519.
[3]Hadis riwayat
Bukhari, shahih…., Op, Cit, Indek Hadis Nomor:1391.
[4]Bukhari,
Shahih…., Op, Cit, hal: 220.
[5]Al-Kurdiy,
Tanwir…., OP, Cit, hal: 220.
[6]Al-Mulaibariy,
Fathul Mu’in…., Op, Cit, hal:15.
[7]Al-Qhasthalaniy,
Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakar Al-Khathib, Al-Mawahib Al-Ladunniyyah, Juz:
II, (Beirut, Maktabah Dar Al-Khutub Al-Ilmiyyah, tth.), hal:249.
No comments:
Post a Comment