January 16, 2015

WIRIDAN SETELAH SHALAT



WIRIDAN SETELAH SHALAT
A.    Wiridan Setelah Shalat
            Yang dimaksud dengan istilah wiridan adalah berdzikir dan berdoa dengan membaca bacaan khusus setelah shalat dilaksanakan, baik secara sendirian maupun bersama-sama. Hal ini berdasarkan adanya petunjuk dari Nabi SAW dalam hadits nya.
            Akan tetapi dalam realitasnya, di berbagai daerah bacaan yang memakai wiridan itu, berbeda-beda satu dengan yang lain, sebab dalam tradisinya bacaan-bacaan tersebut berdasarkan pada bacaan-bacaan yang sudah diberikan oleh seorang guru atau kyai kepada para murid atau santrinya. Sekalipun demikian, pada intinya bacaan-bacaan tersebut sama, artinya dari sekian banyak bacaan, pasti didalam nya terdapat kalimat yang sama, yaitu Subhanallah, Alhamdulillah, Lailaahaillallah, allahu Akbar.[1]
Adapun tradisi yang berlaku dikalangan kita, khususnya kaum nahdliyyin, biasanya menggunakan tatacara sebagai berikut:
1.      Memulai bacaan wirid dengan suara keras agar dapat di dengar para jamaah dan memberikan pelajaran pada mereka yang belum bisa.
2.      Semua jamaah langsung mengikuti bacaan imam sampai selesai.
3.      Kemudian imam menutupnya dengan membaca doa dan para jamaah mengangkat tangan kedepan atas dengan membaca amin.
Seperti itulah kebiasaan kaum muslimin di berbagai daerah dalam berdzikir setelah melaksakan kewajiban shalat dengan bacaan-bacaan yang biasa dipakai oleh para ulama’ terdahulu, sehingga wajar jika terjadi perbedaan kalimat yang dibaca, sebab panjang pendek nya bacaan dalam wiridan, tergantung pada muqaddimah dan penutupnya.
B.     Hukum Wiridan Setelah Shalat dan Dasar Amaliyahnya
Adapun hokum wiridan setelah shalat adalah sunnah, sebab bacaan yang dipakai dalam wiridan adalah bacaan yang biasa dipakai dalam dzikir, sedangkan berdzikir hukumnya adalah sunnah. Oleh karena itu hokum wiridan adalah sama, yaitu sunnah.[2] Hal ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:
1.      Hadis riwayat Abu Dawud, yang artinya:
Dari Abu Hurairah RA, bahwa Abu Dzar RA, bertanya kepada Rasulullah SAW “Wahai Rasulullah orang –orang kaya itu mempunyai banyak pahala. Mereka melaksanakan shalat sebagaimana kami mendirikan shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka, namun kami (tidak mampu bersedekah) karena tidak memiliki harta benda yang dapat kami shadaqahkan” Lalu Rasulullah bersabda “ Wahai Abu Dzar maukah aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat yang bisa menyamakan derajatmu dengan orang-orang yang mendahuluimu, dan orang-orang yang dating sesudahmu tidak akan dapat menyamaimu kecuali mereka membaca kalimat itu”, Abu Dzar menjawab “Iya wahai Rasulullah” Maka kemudian Rasulullah bersabda “hendaklah kamu membaca takbir 33 kali, tahmid 33 kali, dan tasbih 33 kali setiap setelah shalat, kemudian diakhiri dengan bacaan la ilaha illallahu wahdahu laa syarikalah, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun seperti buih di lautan”.[3]
2.      Hadis riwayat Muslim, yaitu:
Aisyah berkata: Setelah Rasulullah mengucapkan salam 9setelah selesai Shalat), maka beliau duduk sekedar membaca do’a, Allahumma anta salam waminka salam tabarakta ya dzal jalaali wal ikram.[4]
3.      Hadis riwayat Nasa’iy, yaitu:
Barang siapa membaca ayat kursi dan qul huwallahuAhad setiap selesai shalat yang diwajibkan, maka tidak ada yang menghalanginya untuk masuk surge kecuali kematian (yakni ketika kematian itu dilalui, dia akan masuk surge).[5]
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir beliau berkata, Rasulullah SAW menyuruhku agar membaca surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Nas setiap selesai sholat.[6]
Dari beberapa hadis tersebut, para ahli hokum Islam berkomentar sebagai mana yang tertuang di dalam kitab-kitab sebagai berikut;
1.      Kitab Al-Fatawa Al-Hadistiyah, yaitu:
Apabila wirid yang dibaca keras itu mengganggu orang yang sedang sholat atau tidur, sebaiknya dibaca pelan saja. Keterangan semacam ini diperkuat dengan adanya hadis bahwa shahabat Umar kalau membaca wirid ia membacanya keras, berbeda dengan Abu Bakar. Suatu ketika, Nabi menghampiri mereka berdua, dan Nabi lalu berucap “Kalian pernah membaca sesuai yang pernah aku sampaikan”.[7]
2.      Kitab Mughniy Al-Muhtaj, yaitu:
Wrid disunnahkan dibaca pelan, baik dzikir maupun do’anya kecuali bila imam bermaksud mengajarkan kepada ma’mum (santri, misalnya) maka boleh membacanya dengan keras.[8]
3.      Kitab Irsyad Al-Mu’minin, yaitu:
Ibnu Abbas berkata: sesungguhnya mengeraskan suara bacaan dzikir setelah melaksanakan sholat fardhu itu pernah dilaksanakan pada masa Rasulullah SAW, dan beliau mengatakan Aku sudah mengetahui itu ketika mereka sudah melaksanakan shalat. Syaikh Isma’il usman Bin Zain Al-Yamaniy berpendapat bahwa hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar disyare’atkanya berdzikir dan keutamaanya setelah selesai shalat.[9]
4.      Kitab Fiqh Al-Sunnah dan Al-Adzkar, yaitu;
Shahabat tsauban berkata : Rasulullah bila usai melaksanakan shalat ia membaca Astagfirullah haladzim, sebanyak 3 kali, juga membaca Allahumma Anta Assalam Wa Minka Assalam Tabarokta Yadzaljalaliy Wal Ikram (HR. Imam Lima kecuali Imam Al-Bukhari).[10]

DAFTAR PUSTAKA
Abu daud, Sulaiman bin Al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, CD.
Wahbah, Al-Fiqh Al-Islam tth.
Muslim, Abi Hasan bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairiy Al-Naisaburiy, Al-Jami’ Al-Shahih, Juz: II, (Beirut, Dar Al-Fikr, tth.).
Al-Nasa’iy, Abu Abdurrahman bin Ali bin Sya’aib bin Sinan bin Bahr Al- Khurasaniy Al-Qadliy, Sunan Al-Nasa’iy, Juz: II, (Beirut, Dar Al-Fikr, tth).
Al-Haitamiy, Ibnu Hajar Al-Fatawa Al-Hadistiah, (Beirut, Maktabah wa mathba’ah Musthafa Al-Babiy Al-Halabiy, tth.).
Al-RAmliy. Muhammad Syamsuddin, Nihayah Al-Mukhtaj, juz: I, (Beirut, Maktabah Dar Al-Fikr, tth.
Al-Yamaniy, Isma’il Usman Bin Zain, Irsyad Al-Mu’minin Ila Fadla-Ili Dzkri Rabbil Alamiin, (Makkah Al-Mukarramah Maktabah Mathabi’ Al-Zam-zam, 1402 H).
Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah.

Tulisan ini diposkan oleh: Najmal Falaq
Tgl./Bulan/Tahun            : 16 januwari 2015
Nomer telefon                  : 081555906438
Imail                                 : najmalfalah@yahoo.co.id




[1] Abu daud, Indek Nomor:1286
[2]Wahbah, Al-Fiqh Al-Islam…., Op, Cit, Juz: I hal:800.
[3]Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Hadis Indek Nomor:1286.
[4]Muslim, Shahihul Muslim, Hadis Nomor Indek:932.
[5]Al-Nasa’iy, Sunan Al-Nasa’iy, Hdis Nomor Indek:124.
[6]Ibid, Hadis Nomor Indek:1319.
[7]Al-Haitamiy, Ibnu Hajar Al-Fatawa Al-Hadistiah, (Beirut, Maktabah wa mathba’ah Musthafa Al-Babiy Al-Halabiy, tth.), ha:56.
[8]Al-RAmliy. Mughniy…., Op,Cit, Juz:I, hal:182.
[9]Al-Yamaniy, Irsyad Al-Mu’minin…., Op, Cit, hal:17.
[10]Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah…., Op, Cit, Juz I, hal:316.

No comments:

Post a Comment