January 18, 2015

ULASAN TENTANG KEBIASAAN BERSALAMAN SETELAH SHALAT



BERSALAMAN SETELAH SHALAT

A.    Salaman Setelah Shalat
Salaman (istilah jawa) artinya adalah berjabat tangan dan dalam islam di kenal dengan istilah mushafahah. Hal ini sudah menjadi kebiasaan kaum muslimin setiap kali bertemu dengan sesame muslim sehingga menjadi budaya yang sulit di tinggalkan, bahkan dilakukan pula pada saat mereka selesai melaksanakan kewajiban shalat, sebab meshafahah merupakan suatu tindakan yang dianjurkan dalam Islam. Sekalipun demikian, yang dipersoalkan disini adalah bagaimana hokum bersalaman setelah melaksanakan shalat?
B.     Hukum Salaman setelah Shalat dan Dasar Amaliyahnya
Berpijak pada tindakan terbatasnya salaman atau berjabatan tangan diantara kaum muslim maka hokum berjabatan tangan (salaman) setelah melaksanakan kewajiban shalat adalah sunnah dengan syarat:
1.      Laki-laki dengan laki-laki.
2.      Perempuan dengan perempuan.
3.      Laki-laki dengan perempuan yang masi mahrim.
Apalagi masalah berjabatan tangan, tidak ada kaitanya dengan amaliyah sholat. Hal ini berdasarkan pada sabda Nabi SAW sebagai berikut:
“Dari Barra’ bin Azib beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda “tidak ada dianggab bertemu diantara dua orang lelaki, lalu keduanya berjabatan tangan kecuali diampuni dosanya sebelum mereka berdua berpisah. HR Ibnu Majah.[1]”.
Berdasarkan hadis inilah para ahli hukum Islam berkomentar bahwa berjabatan tangan (salaman, istilah jawa) setelah melakukan shalat adalah sunnah, sekalipun perbuatan tersebut termasuk bid’ah hasanah, sebagaimana komentar-komentar mereka yang tertuang kitab-kitab sebagai berikut:
1.      Kitab Al-Majmu’, yaitu:
Pendapat yang banyak dipilih jika jabat tangan itu dilakukan saat sebelum shalat itu hukumnya boleh-boleh saja, kalau berjabat tangan itu dilakukan jauh sebelum shalat itu dilakukan maka itu yang dianjurkan karena berjabat tangan ketika bertemu itu disunnahkan. Para ulama’ sepakat tentang ini karena ada hadis shoheh tentang perkara tersebut.[2]
2.      Kitab Tanwir Al-Qulub, yaitu:
Disunnahkan berjabat tangan antara laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan. Haram hukumnya berjabat tangan itu dilakukan dengan lain jenis yang bukan muhrimnya tanpa adanya satir.[3]
3.      Kitab Al-Futuhat Arrabbaniyyah, yaitu:
Berjabat tangan yang sudah menjadi teradisi masyarakat setelah shalat berjama’ah, Syekh Hamzah Al-Nasyiriy berpendapat bahwa hal itu disunnahkan secara shalat fardhu secara mutlak, sebab secara hukum shalat itu merupakan keghaiban, oleh karena itu hokum yang jelas dan tidak jelas itu dipertemukan.[4]
4.      Kitab Al-Fatawa Al-Nawawiy, yaitu:
Berjabat tangan hukumnya sunnah ketika bertemu. Adapun orang-orang yang mengkhususkan diri untuk melakukanya setelah dua shalat itu maka dianggab bid’ah mubahah.[5]
5.      Kitab Bughyah Al-Musytarsyidin, yaitu:
Bersalaman itu termasuk bid’ah yang mubah, dan Imam Al-Nawawi menganggapnya sesuatu yang baik. Tetapi hendaknya diperinci antara orang yang sebelum shalat sudah bertemu, maka salaman itu hukumnya mubah (boleh). Dan jika sebelumnya tidak bersama (tidak bertemu), maka dianjurkan salaman setelah salam. Karena salaman itu disunnahkan ketika bertemu.[6]


DAFTAR PUSTAKA
Al-Nawawiy, Muhyiddin Abu Zakariyya Yahya Al-Syarf, Al-Adzhar-Nawawiy, (Surabaya, Maktabah Dar Al-Hidayah, tth).
Ibnu Majah, Abu Abdillah Mihammad bin Yazid bin majjah Al-Rab’iy Al-Qazwaniy, Sunan Ibnu Majah, Juz: I, (Beirut, Dar Al-Fikr, tth).
Al-Kurdiy, Syaikh Muhammad Amin, Tanwir Al-Qulub fii Mu’amalati ‘Allam Al-Ghuyub, (Surabaya, Maktabah Dar Al-Ikhya’ tth.).
Al-Shiddiqiy, Muhammad bin ‘Allan, Al-Futtuhat Arrabbaniyah ‘Ala Al-Adzkar Al-Nawawiyyah, Juz: V, (Beirut Dar Al-Fikr, 1978).
Al-Athar, Al-Syaikh ‘Ala’uddin, Fatwa Al-Imam Al-Nawawi Al-Musammatu bi Al-Masa’il Al-Mantsurati, (Kairo, Maktabah Dar Al-Salam, tth.).
Al-Masyhur, Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain, Bughyah Al-Mustarsyidin, (Surabaya, Ahmad bin Nabhan, tth.).


Tulisan ini diposkan oleh: Najmal Falaq
Tgl./Bulan/Tahun            : 18 januwari 2015
Nomer telefon                  : 081555906438
Imail                                 : najmalfalah@yahoo.co.id




[1]Ibnu Majah, Sunnah…., OP, Cit, Hadis Indek Nomor: 3693.
[2]Al-Nawawiy, Muhyiddin Abu Zakariyya Yahya Al-Syarf, Al-Adzhar-Nawawiy, (Surabaya, Maktabah Dar Al-Hidayah, tth),hal: 470.
[3]Al-Kurdiy, Syaikh Muhammad Amin, Tanwir Al-Qulub fii Mu’amalati ‘Allam Al-Ghuyub, (Surabaya, Maktabah Dar Al-Ikhya’ tth.), hal:199.
[4]Al-Shiddiqiy, Muhammad bin ‘Allan, Al-Futtuhat Arrabbaniyah ‘Ala Al-Adzkar Al-Nawawiyyah, Juz: V, (Beirut Dar Al-Fikr, 1978), hal: 397.
[5]Al-Athar, Al-Syaikh ‘Ala’uddin, Fatwa Al-Imam Al-Nawawi Al-Musammatu bi Al-Masa’il Al-Mantsurati, (Kairo), Maktabah Dar Al-Salam, hal:61.
[6]Al-Masyhur, Bughyatul….., Op, Cit, hal: 50-51.

No comments:

Post a Comment