January 14, 2015

PEMBAHASN TENTANG MELAFALKAN KATA SAYYIDINA



PEMBAHASN TENTANG MELAFALKAN KATA SAYYIDINA

A.    Melafatkan Kata Sayyidina Dalam Shalat
Telah dapat diketahui  bersama bahwa mayoritas kaum muslimin dalam setiapkali menyebutkan nama Muhammad, pasti didahului dengan kalimat “sayyidina” yang artinya tuanku, sebagai wujud penghormatan mereka kepada beliau Nabi Muhammad SAW, baik saat melaksanakan shalat, seperti membaca sholawat maupun diluar sholat.
Dari kenyataan inilah muncul fenomena bahwa jika ada seseorang shalat, lalu dalam membaca tasyahud ada kalimat Muhammad, maka orang tersebut digolongkan kaum nahdliyyin, jika tidak menyebutkan, maka dianggap orang yang bukan kelompok nahdliyyin.
B.     Hukum Melafatkan Kata Sayyidina
Dari kasus seperti itu, maka hokum melafalkan kata sayyidina sebelum kata Muhammad adalah boleh dan termasuk perbuatan yang sangat utama, baik dalam tasyahud shalat maupun tidak, sebab penyebutan kata “sayyidina” merupakan penghormatan kepada Nabi SAW. Hal ini berdasarkan pada sabda Nabi SAW, yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah ra. Sebagai berikut:
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda saya gusti (penghulu) anak adam pada hari kiamat, orang pertama yang bangkit dari kuburan, orang yang pertama memberikan syafaat dan orang pertamakali yang diberikan hak memberikan syafaat.[1]
Dari hadis inilah para ahli hokum Islam berkomentar sebagaimana yang tertuang dalam kitab sebagai berikut:
1.      Kitap Nail Al-Authar, yaitu:
Syaikh Asnawiy mengatakan: Sungguh telah mashur ditambahkanya lafadz sayyidina sebelum kata Muhammad bagi orang yang shalat. Dan ini merupakan pendapat yang paling utama. Ada riwayat dari ibnu Abdussalam yang terpapar pada bab sopan santun dimana telah dibakukan sesungguhnya sopan santun itu termasuk mengikuti serta  yang menguatkan kasus  yang berkenaan dengan Abu Bakar pada waktu Rasulullah meminta ia tetap pada posisinya(imam shalat) tetapi Abu Bakar enggan bahkan Abu Bakar menjawab tak pantas bagi seorang anak Ibnu Qokhafah berada di depan Rasulullah. Demikian pula pada kasus Ali, ketika disuruh menghapus kata Nabi Muhammad dari lembar perjanjian Shulh Al-Hudaibiyah setelah Nabi memerintahkanya menghapus kalimat tersebut.[2]
2.      Kitab Hasyiah Al-Bajuri, yaitu:
Yang utama adalah menambah kata-kata sayyidina karena terkait dengan kesopan santunan, berbeda bagi mereka yang berpendapat bahwa meninggalkan kata sayyidina lebih baik berdasarkan atas tektual hadits semata. Pendapat yang kuat adalah pendapat pertama (memakai kata sayyidina). Sedang bunyi hadits Laa tusawwiduni fii shalatikum menggunakan huruf wau bukan dengan ya’.[3]
3.      Kitab Manhaj Al-Syalaf, yaitu:
Kata sayyidina ini tidak hanya tertentu pada Nabi Muhammad SAW saja di hari kiamat, sebagai mana yang difahami oleh sebagian orang dari beberapa riwayat hadits “saya adalah sayyidnya anak putu Adam di hari kiamat” tapi Nabi Muhammad SAW menjadi sayyid keturunan Adam di dunia akhirat,[4]

DAFTAR PUSTAKA
Muslim, Abi Hasan bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairiy Al-Naisaburiy, Al-Jami’ Al-Shahih, Juz: II, (Beirut, Dar Al-Fikr, tth.).
Al-Syaukaniy, Al-Imam Muhammad bin Ali, Nail Al-Authar min Ahaditsi Sayyidil Abrar, (Beirut, Maktabah Dar Al-Jail, 1973).
Al-Bajuriy Ibrahim bin Muhammad, Hasyiyah Bajuri Ala Ibni Qosim Al-Ghazy Juz I (Surabaya, Maktabah wa mathba’ah Dar Al-Ihya’, tth.).
Al-Malikiy, Muhammad bil ‘Alwiy, Manhaj Al-Salaf Fii Fahm Al-Nushush ba’in Al-Nadzariyah wa Al-Tathbiq, (Makkah Al-Mukarromah, Mathba’ Dar Al-Auqaf wa Al-Syuun Al-Islamiyah, tth.).

Tulisan ini diposkan oleh: Najmal Falaq
Tgl./Bulan/Tahun            : 14 januwari 2015
Nomer telefon                  : 081555906438
Imail                                 : najmalfalah@yahoo.co.id





[1]Muslim, Shaheh Muslim…., Op, Cit, Hadis Indek Nomor: 4223.
[2]Al-Syaukaniy, Nail Al-Authar…., OP, Cit, Juz II, hal:326.
[3]Al-Bajuriy Ibrahim bin Muhammad, Hasyiyah Bajuri Ala Ibni Qosim Al-Ghazy Juz I (Surabaya, Maktabah wa mathba’ah Dar Al-Ihya’, tth.), hal:156.
[4]Al-Malikiy, Muhammad bil ‘Alwiy, Manhaj Al-Salaf Fii Fahm Al-Nushush ba’in Al-Nadzariyah wa Al-Tathbiq, (Makkah Al-Mukarromah, Mathba’ Dar Al-Auqaf wa Al-Syuun Al-Islamiyah, tth.), hal: 169.

No comments:

Post a Comment