January 22, 2015

BERKUMANDANG ADZAN DUA KALI DALAM SHALAT JUM’AT




BERKUMANDANG ADZAN DUA KALI DALAM SHALAT JUM’AT


                                                                                                      
A.    Adzan Dua Kali Dalam Shalat  Jum’at
Telah diketahui bersama bahwa pada masa beliau Nabi SAW, Abu bakar dan Umar bin Khattab Adzam Jum’at dikumandangkan jika seorang imam khutbah jum’at duduk di atas mimbar untuk membacakan khutbahnya.
Kemudian pada masa pemerintahan dipegang oleh kholifah “Usman bin Affan”, kota Madinah bertambah luas, dan populasi penduduknya meningkat dan berpercar di berbagai desa yang jauh dari masjid, sehingga mereka memerlukan cara untuk mengetahui dekatnya waktu dilaksanakan shalat jum’ah sebelum seorang Imam hadir ke atas mimbar.
Dari factor itulah, khalifah Usman bin Affan menambah Adzan pertama sebelum seorang imam naik ke atas mimbar dan adzan kedua dilakukan pada saat imam duduk di atas mimbar. Hal ini dilakukan pada saat beliau berada di desa Zaura’ (yaitu tempat pasara kota madinah), agar mereka segera kumpul untuk melaksanakan shalat jum’at. Lalu semua para shahabat menyetujuinya.
Kemudian peraktek seperti itu dilanjutkan kaum muslimin di berbagai daerah dan wilayah sampai sekarang, seperti yang dilakukan kaum muslimin Indonesia, bahkan sudah menjadi kebiasaan kaum nahdliyyin, dimana pelaksanaan  jum’atan dengan melakukan adzan dua kali, yaitu:

Pertama dilakukan setelah masuk waktu dhuhur, dan,
Kedua dilakukan setelah khatib mengucapkan salam di atas mimbar sebelum memulai khutbahnya.
Dari peraktek adzan itulah, muncul persoalan dari mereka yang tidak setuju dengan mempertanyakan:
1.      Apakah peraktek adzan jum’at dua kali seperti itu termasuk bid’ah, mengingat pada masa beliau (Nabi SAW.), Abu Bakar dan Umar tidak ada…?
2.      Bagaimana hokum adzan jum’at dua kali tersebut…?

B.     Hukum Adzan Jum’at Dua Kali dan Dasar amaliyahnya
Untuk menjawab dua persoalan tersebut maka para ahli hokum islam, khususnya kaum nahdliyyin menyatakan bahwa peraktek adzan jum’at dua kali seperti itu termasuk bid’ah hasanah yang hukumnya boleh (mubah) diikutti atau diamalkan, posisi perilaku perbuatan para shahabat adalah sunnah, yang bersetatus sama dengan sunnah Rasulullah SAW, sebagaimana hadis sebagai berikut:
1.      Hadis riwayat Abu Daud, yaitu:
Rasulullah SAW bersabda “berpeganglah dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyiddin yang mendapatkan petunjuk.[1] Hadis riwayat Abu Dawud, Turmudzi dan Ibnu Hatim dari Ayahnya.
2.      Hadis riwayat Ahmad Ibnu Hambal, yaitu:
Maka hendaknya kamu berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah Al-Khulafa Al-Rasyiddin sesudah aku.[2]
3.      Hadis riwayat Bukhori, Abu Dawud, Turmudziy, Nasa’iy, Ibnu Majah dan Uzaimah, yaitu:
Dari sa’ib bin Yazid, beliau berkata: pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar, adzan jum’at pertama dilakukan setelah imam duduk di atas member. Kemudian pada masa “Utsman dan masyarakat sudah bertambah banyak, maka beliau menambah adzan ke tiga ke tiga di atas Zaura’ yatu nama tempat di pasar Madinah.[3]
4.      Hadis riwayat Muhammad bin Maqatil, yaitu:
Muhammad Maqotil berkata: Abdullah memberitakan kepadaku dari yunus dari azzuhri dari Al-Sa’ib bin yazib beliau berkata: sesungguhnya adzan pada hari jum’at pada mulanya dilakukan ketika Imam jum’at duduk di atas mimbar, ini terjadi pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar, ketika zaman khalifah Utsman, mereka memperbanyak atas perintah Usman bahwa di dalam jum’at dilakukan adzan ketiga, kemudian dilakukan adzan di Zaura’ dan ketetapan itu sampai sekarang.[4]
Dari beberapa hadis tersebut, para ahli hukum berkomentar sebagaimana yang tertuang dalam kitab-kitab sebagai berikut:
1.      Kitab Tanwir Al-Qulub, yaitu:
Di dalam kitab tanwir Al-Qulub ada teks sebagai berikut: ketika kaum Muslimin berkembang cukup banyak di zaman Utsman, ia memerintahkan mereka mereka melaksanakan adzan lain di Zaura’, dan perintah itu berlaku hingga zaman sekarang. Adzan ini bukan bidah (amal di liar agama) karena praktik ini sudah ada di zaman khulafa’ Al-Rasyiddin. Ada sabda Rasul yang menegaskan: Kalian hendaknya tetap berpegang teguh pada sunnahku dan Khulafa’ Al-Rasyiddin.[5]
2.      Kitab Fathul Mu’in, yaitu:
Disunnahkan Adzan dua kali untuk shalat subuh, yakni sebelum fajar dan setelahnya. Jika hanya mengunmandangkan satu kali, maka yang utama dilakukan setelah fajar. Dan sunnah dua Adzan untuk shalat jum’at. Salah satunya setelah khatib naik ke mimbar dan yang lain sebelumnya.[6]
3.      Kitab Mawahib Al-Ladunniyyah. Yaitu:
Apa yang dilakukan di zaman Utsman sudah menjadi ijma’ sukuti karena kaum muslimin tidak dapat menolaknya.[7]


DAFTAR PUSTAKA
Abu Daud, Sulaiman bin Al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, CD.
Ibnu Hambal, Ahmad, Musnad Al-Imam Ahmad Ibnu Hambal, CD.
Al-Kurdiy, Syaikh Muhammad Amin, Tanwir Al-Qulub fii Mu’amalati ‘Allam Al-Ghuyub, (Surabaya, Maktabah Dar Al-Ikhya’ tth.).
Al-Mulaibariy,Zain Al-Din bin Abdul Aziz,  Fathul Mu’in bi Syarh Qurrah Al-Ain, (Indonesia, Dar Al-Khutub Al-Arabiyyah, tth.).
Al-Qhasthalaniy, Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakar Al-Khathib, Al-Mawahib Al-Ladunniyyah, Juz: II, (Beirut, Maktabah Dar Al-Khutub Al-Ilmiyyah, tth.).


Tulisan ini diposkan oleh: Najmal Falaq
Tgl./Bulan/Tahun            : 22 januari 2015
Nomer telefon                  : 081555906438
Imail                                 : najmalfalah@yahoo.co.id





[1]Abu Dawud, Sunnah…., Op, Cit, Hadis Indek Nomor: 4060.
[2]Ibnu Hambal, Musnad Ibnu Hambal, Indek Hadis No: 16519.
[3]Hadis riwayat Bukhari, shahih…., Op, Cit, Indek Hadis Nomor:1391.
[4]Bukhari, Shahih…., Op, Cit, hal: 220.
[5]Al-Kurdiy, Tanwir…., OP, Cit, hal: 220.
[6]Al-Mulaibariy, Fathul Mu’in…., Op, Cit, hal:15.
[7]Al-Qhasthalaniy, Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakar Al-Khathib, Al-Mawahib Al-Ladunniyyah, Juz: II, (Beirut, Maktabah Dar Al-Khutub Al-Ilmiyyah, tth.), hal:249.

No comments:

Post a Comment