January 6, 2015

TAWASSUL DITANYAKAN ? ULAMA’ MENJAWAB


TAWASSUL DITANYAKAN ?
ULAMA’ MENJAWAB


A.    Apakah Pengertian Tawssul Itu?
Tawassul [1]dalam bahasa artinya perantaraan, yang artinya sama dengan Istigozah, Isti’anah, Tajawwuh, dan Tawajjuh. Sedangkan menurut istilah tawassul adalah “Al wasilah adalah segala sesuwatu yang dapat menjadi sebab sampainya pada tujuan.[2]
Yang dimaksud Tawassul: Tawassul adalah memohon datangnya suatu kemanfaatan atau terhindarnya bahaya kepada Allah dengan menyebut nama Nabi atau Wali untuk menghormati keduanya.[3]
B.     Dasar Tawassul
1.      Al-Qur’an
Dalam surat Al-Ma’idah ayat: 35 disebutkan, yang artinya:
“Hay orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan carilah jalan yang mendekatkan diri padanya, dan bersungguh-sungguhlah kamu di jalanya agar kamu beruntung (Al-Ma;idah:35).

Dalam surat Al-nisa’ ayat: 64 yang artinya:
“Sesungguhnya ketika mereka menganiyaya dirinya dating kepadamu, lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampunan untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang[4] (Al-nisa’: 64).

2.      Al-Hadits
Dasar dari hadits berikut dikutib dari hadits riwayat bukhori:

“Dari shohabat Anas, dia mengatakan: pada zaman Umar bin Khattab pernah terjadi musim pacekklik, ketika sholat minta hujan umar bertawassul kepada paman Rasulullah, Abbas bin Abdul muthalib: Kemudian Umar berkata Ya tuhan, dulu kami memohon kepadamu dengan twassul pada Nabimu, maka engkau menurunkan hujan kepada kami, dan kita (sekarang) memohon kepadamu dengan tawassul kepada paman Nabimu, turunkanlah hujan kepada kami, Allah pun menurunkan hujan kepada mereka. Hadits riwayat Bukhori”.[5]
C.     Hukum Bertawassu dan landasan Amaliyahnya
Dari adanya penjelasan tentang tawassul dan seluk beluknya seperti di atas, maka para ahli hokum bersepakat untuk mengatakan bahwa hokum bertawassul atau beristigosah kepada Nabi dan para wali adalah boleh(mubah), dan dianjurkan dalam islam baik bertawassul kepada mereka yang masih hidup ataupun mereka yang sudah mati, paik dengan para Nabi maupun orang-orang sholeh[6].
Untuk menguatkan hokum kebolehan bertawassul kepada orang yang sudah meninggal, disajikanlah komentar mayoritas ahli hokum Islam, Baik dari kalangan salaf (mutaqoddimin) maupun khalaf (mutaakhirin), seperti di bawah ini:
1.      Imam Abu Hanifah (80-150 H/699-767M), yaitu perkataan beliau ketika berziarah ke madinah dan berdiri di hadpan maqom Rasulullah SAW dengan berkata:
“Hai orang termulya di antara manusia dan jin dan sebaik-baik makhluk, berilah aku kemurahanmu dan ridhomu dan ridhoilah aku dengan ridhomu. Aku merindukan kemurahan darimu, engkaulah satu-satunya harapan Abu Hanifah.[7]
2.      Imam Malik bin Anas Al-Ashbahaniy (95-179 H/713-795 M). hal ini dapat dilihat dari kasus dialog antara beliau dengan kholifah Ja’far Al-Manshuriy (476-544 H/1083-1150 M), yaitu sebagai berikut:
“Abu Ja’far Al-Manshur berkata kepada Imam Malik: Hai Abu Abdillah apakah aku akan menghadap kiblat dan berdo’a ataukah aku menghadap Rasulullah SAW?. Beliau menjawab mengapa engkau memalingkan wajahmu dari beliau Rasulullah SAW, sedangkan beliau hanyalah sebagai wasilah bagi kamu dan wasilah ayah kamu Nabi Adam AS, sampai hari qiamat. Arahkanlah wajah kamu kepada beliau, memohonlah syafa’at kepada Allah dengan cara bertawassul dengan beliau, sehingga Allah akan memberikan syafa’at dan mengabulkan do’a kamu.Allah telah berfirman “sesungguhnya ketika mereka menganiaya dirinya dating kepadamu, lalu memohon ampunan kepada Allah dan Rasulpun memohon ampun untuk mereka, tentu mereka menemukan Allah maha menerima taubat lagi maha penyayang (An-nisa’: 64).[8]
3.      Imam Syafi’iy (150-204 H/767-819 M). Hal ini dapat dilihat dari peyataan beliau "Aku selalu bertabarruk dengan Abu Hanifah dan mendatangi maqomnya dengan berziarah setiap hari, jika aku mempunyai hajat, maka aku menunaikan sholat dua raka’at, lalu aku datangi maqom beliau dan aku memohon hajat itu kepada Allah di sisi maqomnya, sehingga tidak lama kemudian hajatku segera terkabulkan.[9]
4.      Sufyan bin uyainah(198 H/813 M) berkata: Ada dua laki-laki saleh yang dapat menurunkan hujan dengan cara bertawassul dengan mereka, yaitu Ibnu Ajlan dan Yazid bin Jabir. Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal.[10]



DAFTAR PUSTAKA

Drs. Ma’shum Zaein, Muhammad, MA. TERYATA AKU ORANG NU?, (Jombang, Darul Hikmah,2008).

Tulisan ini diposkan oleh: Najmal Falaq
Tgl./Bulan/Tahun            : 7 januwari 2015
Nomer telefon                  : 081555906438
Imail                                 : najmalfalah@yahoo.co.id




[1]Ma’luf,Louia, Al-Munjid fi allughah wa Al-A’lam, (Beirut, Maktabah Dar Al-Masyriq, 1986), hal: 900.
[2] Ibnu Katsir, Abu Al-Fida’I Isma’il bin Umar, Tafsir Al-Qur’an Al-A’dzim, Juz: II, (Bairut, Maktabah Dar Al-Fikr,1987),hal:50.
[3]Al-Haroriy, Abdullah Al Hafidz, Syarkh Al-Qowim,(Beirut, Maktabah Dar Al-Masyariy, 1999), hal: 378.
[4]Ibnu Katsir, Juz:I hal:492.
[5]Bukhori, Shaheh, Hadits indeks nomor:954.
[6]Al-Nabhaniy, Syaikh Yusuf bin Islami, Syawahid Al-haq, (Makkah, Maktabah Al-Ashriyyah, tth.), hal: 158.
[7]Al-hasaniy, Sayyid Muhammad Al-Maliki, Al-Ziyarah Al-Nabawiyyah, (Makkah Al- Mukarromah, Maktabah Al-Auqaf wa Al-Syu’un, tth.), hal:56.
[8]Mustadrah Al-Hqim, Juz:II, hal:615 dan Al-baihaqiy, Dalail Al-Nubuwwah, Juz: v, (Beirut, Maktabah Dar Al-Fikr,tth.),hal:489.
[9]Al-Bagdadiy,Al-Hafidz Abi bakrAhmad bin Ali, Tarikh Al-Baghd, Juz:I, (Beirut,Dar Al-kutub Al-Arabiyyah,tth.), hal:123.
[10]Ahmad bin Hambal (164-241 H/781-855 M), Al-I’lal wa Ma’rifah Al-Rijal, Juz:I, Hal:76.

No comments:

Post a Comment