January 9, 2015

ULASAN TENTANG MENYENTUH LAIN JENIS YANG BUKAN MUHRIM DAN MENYENTUH AL-QUR’AN



ULASAN TENTANG MENYENTUH LAIN JENIS YANG BUKAN MUHRIM  DAN
MENYENTUH AL-QUR’AN

A.    Menyentuh Lain Jenis
Yang dimaksud menyentuh disiniadalah seorang laki-laki menyentuh kulit seorang perempuan secara langsung tanpa ada penghalang, dan diantara laki-laki dan perempuan tersebut bukan mahram. Dari kasus seperti itu, maka yang menjadi masalah adalah.
Apakah orang yang disentuh (tidak sengaja) atau orang yang menyentuh (sengaja) itu wudhu’nya batal atau tidak….? 
B.     Hukum Menyentuh Lain Jenis dan Landasan Amaliyahnya
            Dari persoalan tersebut, para ahli hokum islam dari kalangan kaum nahdliyyin khususnya dan mereka yang bermadzhab syafi’I berpendapat bahwa wudhu’ orang tersebut adalah batal[1]. Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi sebagai berikut:
1.      Surat Al-Nisa’ ayat 43 yang artinya:
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari buang air atau kamu menyentuh perempuan lain yang bukan mahram, kemudian kamu tidak menjumpai air maka bertayyamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)".
2.      Hadits Nabi SAW
a.       Hadits riwayat Imam Malik yang artinya
“Dari Abdullah bin Umar, ia berkata, kecupan suapi kepada istrinya dan menyentuh dengan tanganya termasuk mulamasah. Maka siapa saja yang mengecup istrinya atau menyentuhnya, maka ia wajib melakukan wudhu’.[2]
b.      Hadits riwayat Imam Bukhari yang artinya:
“Dari Aisyah ra istri Nabi SAW, sesungguhnya ia berkata saya tidur di dekat Rasulullah saw, sedangkan dua kakiku ada di depan rasul saw. Apabila akan sujud, Nabi meraba kakiku (dengan tanganya) dan aku menarik kakiku. Dan setelah Nabi Saw berdiri aku bentangkan lagi kedua kakiku”.[3]
Dalam menghadapi hadis tersebut, para ahli hokum islam berkomentar sebagaimana yang terungkap dalam kitab sebagai berikut:
1.      Kitab Majmu’, Imam Nawawiy berpendapat bahwa hadis tersebut harus diartikan bahwa Nabi ketika menyentuh menggunakan penghalang sehingga kulit beliau tidak bersentuhan langsung dengan kulit istrinya, yaitu: “Jawaban dari hadis Aisyah tentang menyentuhnya tangan beliau ke tumit Nabi SAW, merupakan masalah yang boleh jadi menggunakan takbir/sekat penghalang.[4]
2.      Kitab Ghayah Al-Wushul, Imam Syafi’I berkomentar bahwa hadits tersebut masih mengandung beberapa kemungkinan yaitu ada penghalang atau tidak, padahal dalam hadis tersebut tidak ditemukan adanya penjelasan apakah Nabi menyentuh secara langsung atau tidak, sehingga hadis tersebut tidak bisa dijadikan landasan dalam permasalahan ini. Hal ini sesuai kaidah sebagai berikut:
“Beberapa kejadian yang masih menimbulkan berbagai kemungkinan, maka ia tercakup dalam dalil mujmal dan tidak bisa dibuat dalil.
3.      Kitab Al-Fiqh Al-Manhaj, seorang laki-laki yang menyentuh istrinya atau perempuan lain (ajnabiyah) tanpa penghalang maka wudhu’ keduanya batal, sebab yang dimaksud istilah ajnabiyah adalah setiap wanita yang halal di nikahi.[5]

C.    MENYENTUH Al-QUR’AN
1.      Menyentuh Al-Qur’an
Telah dapat kita ketahui bersama bahwa Al-Qur’an merupakan kalamullah (firman Allah SWT) yang diturunkan ke dunia sebagai petunjuk bagi manusia. Oleh karena itu, Kalamullah Al-Qur’an harus diagungkan oleh seluruh umat Islam. Akan tetapi jika terjadi kasus ada seseorang yang menyentuhnya, maka yang menjadi persoalan adalah:
Apakah orang yang menyentuh Al-Qur’an itu harus dalam keadaan suci dari hadas, baik kecil maupun besar?
Apakah yang tidak diperbolehkan untuk disentuh itu semua mushaf Al-Qur’an atau hanya tulisanya saja?
2.      Hukum Menyentuh Al-Qur’an dan Landasan Amaliyahnya
Dari kasus tersebut, maka hukum menyentuh Al-Qur’an bagi orang yang berhadas adalah hukumnya haram, baik hadas kecil maupun besar, baik menyentuh mushafnya, tulisanya langsung maupun hanya pinggiran kertasnya. Hal ini berdasarkan firman Allah dan sabda rasul-nya, yaitu:
a.       Surat Al-Waqi’a yang artinya:
“Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali orang-orang yang suci yang diturunkan dari tuhan alam semesta”.
b.      Hadis riwayat Al-Darimiy, yaitu:
“Dari  Abi Bakr Muhammad beliau berkata: sesungguhnya Rasulullah SAW pernah menulis surat pada penduduk yaman supaya tidak menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci, HR Al_darimiy.[6]
Dari dasar tersebut para ahli hokum Islam berkomentar, seperti yang tertuang didalam kitab-kitab sebagai berikut:
1)      Kitab rowa’I al-bayan fi tafsir ayat al-ahkam, yaitu:
Ayat tersebut menunjukkan hukum (keharaman menyentuh al-Qur’an bagi orang yang tidak punya wudlu’) dengan jalan isyarah. Allah swt menyabutkan bahwa mushab yang suci itu tidak dapat disentuh kecuali orang-orang yang suci (malaikat) maka begitupula mushab yang ada dihadapan kita tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci dari hadas.[7]
2)      Kitab fathu al-mu’in, yaitu:
Haram sebab hadats kecil, melakukan shalat, tawaf, sujud, yakni sujud tilawah dan sujud syukur,membawa mushaf dan menyentuh kertas yang ditulisi ayat al-Qur’an,walaupun hanya sebagian ayat.[8]
                                               
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khon, Doktor dan Doktor Mushafa Al-Bagha, Al-fiqh Al-Manhaji ‘Ala Madzahab Al-Imam Al-Syafi’iy, (Damasqus,Dar Al-Kutub Al-Arabiyyah,1998).
Ibnu Anas, Al-Imam Malik, Al-Muwatha’ (Bairut, Maktabah Dar Al-kutub Al-Ilmiyyah, 2002)
Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il, Shaheh Al-Bikhari, CD.
Al-Nawawiy, Muhyiddin Abu zakariyya Yahya bin Syarif, Al-Majmu’ Ala Syarf, Al-Muhadzab, Juz: II, (Beirut, Maktabah Dar Al-Fikr,tth).
Al-Darimiy, Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman Sunan Al-Darimiy, CD.
Al-shabuniy, Muhammad ali, Rawai al-bayan fi tafsir ayat al-ahkam, Juz:II,(Damaskus, Maktabah al-Ghozaliy, 1971).
Al-Mulaibiriy, Zainuddin bin Abdul ‘Aziz, Fathu al-Mu’iin bi syarkh Qurrah al-‘Ain, (Surabaya, Maktabah Dar al-ihya’, tth.).
Tulisan ini diposkan oleh: Najmal Falaq
Tgl./Bulan/Tahun            : 10 januwari 2015
Nomer telefon                  : 081555906438
Imail                                 : najmalfalah@yahoo.co.id


[1]Al-Khon, Musthafa dan Al-Baghiy, Al-Fiqh Al-Manhaji ala Madzhab Al-Imam Al-Syafi’iy,juz I,(Damasyqi, Maktabah Dar Al-Qolam,1998), hal:63
[2]Ibnu Anas, Al-Imam Malik, Al-Muwatha’ Juz II, (Bairut, Maktabah Dar Al-kutub Al-Ilmiyyah, 2002),hal:62.
[3]Bukhari, Shaheh….,Op Cit, Hadits pendek:369.
[4]Al-Nawawiy, Muhyiddin Abu zakariyya Yahya bin Syarif, Al-Majmu’ Ala Syarf, Al-Muhadzab, Juz: II, (Beirut, Maktabah Dar Al-Fikr,tth),hal:22.
[5]Al-khon, Fiqh Al-Manhaj, Juz:I,hal:63.
[6]Al-Darimiy, Sunan…., Op,Cit, Hadis Indek Nomor:2166.
[7]Al-shabuniy, Muhammad ali, Rawai al-bayan fi tafsir ayat al-ahkam, Juz:II,(Damaskus, Maktabah al-Ghozaliy, 1971), hal: 507.
[8]Al-Mulaibiriy, Zainuddin bin Abdul ‘Aziz, Fathu al-Mu’iin bi syarkh Qurrah al-‘Ain, (Surabaya, Maktabah Dar al-ihya’, tth.), hal: 10

No comments:

Post a Comment