CIRI DAN SHIFAT ISTRI SHOLIHAH
Apa yang sering diangankan oleh kebanyakan laki-laki tentang
wanita yang bakal menjadi pendamping hidupnya? Cantik, kaya, punya kedudukan,
karir bagus, dan baik pada suami. Inilah keinginan yang banyak muncul. Sebuah
keinginan yang lebih tepat disebut angan-angan, karena jarang ada wanita yang
memiliki sifat demikian. Kebanyakan laki-laki lebih memperhatikan penampilan
dzahir, sementara unsur akhlak dari wanita tersebut kurang diperhatikan. Padahal
akhlak dari pasangan hidupnya itulah yang akan banyak berpengaruh terhadap
kebahagiaan rumah tangganya.
Seorang muslim yang shalih, ketika membangun mahligai rumah
tangga maka yang menjadi dambaan dan cita-citanya adalah agar kehidupan rumah
tangganya kelak berjalan dengan baik, dipenuhi mawaddah wa rahmah, sarat dengan
kebahagiaan, adanya saling ta‘awun (tolong menolong), saling memahami dan
saling mengerti. Dia juga mendamba memiliki istri yang pandai memposisikan diri
untuk menjadi naungan ketenangan bagi suami dan tempat beristirahat dari
ruwetnya kehidupan di luar. Ia berharap dari rumah tangga itu kelak akan lahir
anak turunannya yang shalih yang menjadi qurratu a‘yun (penyejuk mata) baginya.
Demikian harapan demi harapan dirajutnya sambil meminta kepada Ar-Rabbul A‘la (Allah Yang Maha Tinggi) agar dimudahkan segala urusannya.
Demikian harapan demi harapan dirajutnya sambil meminta kepada Ar-Rabbul A‘la (Allah Yang Maha Tinggi) agar dimudahkan segala urusannya.
Namun tentunya apa yang menjadi dambaan seorang muslim ini
tidak akan terwujud dengan baik terkecuali bila wanita yang dipilihnya untuk
menemani hidupnya adalah wanita shalihah. Karena hanya wanita shalihah yang
dapat menjadi teman hidup yang sebenarnya dalam suka maupun lara, yang akan
membantu dan mendorong suaminya untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hanya dalam diri wanita shalihah tertanam aqidah, tauhid, akhlak yang mulia dan
budi pekerti yang luhur. Dia akan berupaya ta‘awun dengan suaminya untuk
menjadikan rumah tangganya bangunan yang kuat lagi kokoh guna menyiapkan
generasi Islam yang diridhai Ar-Rahman.
Sebaliknya, bila yang dipilih sebagai pendamping hidup adalah
wanita yang tidak terdidik dalam agama1 dan tidak berpegang dengan agama, maka
dia akan menjadi duri dalam daging dan musuh dalam selimut bagi sang suami.
Akibatnya rumah tangga selalu sarat dengan keruwetan, keributan, dan
perselisihan. Istri seperti inilah yang sering dikeluhkan oleh para suami,
sampai-sampai ada di antara mereka yang berkata: “Aku telah berbuat baik
kepadanya dan memenuhi semua haknya namun ia selalu menyakitiku.”
Duhai kiranya wanita itu tahu betapa besar hak suaminya,
duhai kiranya dia tahu akibat yang akan diperoleh dengan menyakiti dan melukai
hati suaminya….! Namun dari mana pengetahuan dan kesadaran itu akan didapatkan
bila dia jauh dari pengajaran dan bimbingan agamanya yang haq ? Wallahu
Al-Musta‘an.
Keutamaan
wanita shalihah :
Abdullah
bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam:
الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan2 dan sebaik-baik
perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu
‘anhu:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik
perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan
menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya, dan bila ia pergi si istri
ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud).
Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah: “Tatkala Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya bahwa tidak
berdosa mereka mengumpulkan harta selama mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang
perlunya memberi kabar gembira kepada mereka dengan menganjurkan mereka kepada
apa yang lebih baik dan lebih kekal yaitu istri yang shalihah yang cantik
(lahir batinnya) karena ia akan selalu bersamamu menemanimu. Bila engkau
pandang menyenangkanmu, ia tunaikan kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya.
Engkau dapat bermusyawarah dengannya dalam perkara yang dapat membantumu dan ia
akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat meminta bantuannya dalam
keperluan-keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila engkau meninggalkannya
ia akan menjaga hartamu dan memelihara/mengasuh anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud,
5/57).
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pula bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيُّ. وَأَرْبَعٌ مِنَ الشّقَاءِ: الْجَارُ السّوءُ، وَاَلْمَرْأَةُ السُّوءُ، وَالْمَركَبُ السُّوءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ.
“Empat
perkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat
tinggal yang luas/lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang
nyaman. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu tetangga yang
jelek, istri yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang tidak nyaman, dan
tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban)
Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu bertanya
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta
apakah yang sebaiknya kita miliki?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab:
لِيَتَّخِذْ
أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ
أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَةِ
“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah)
“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah)
Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi wanita shalihah dengan
anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi lelaki yang ingin menikah
untuk mengutamakannya dari yang selainnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
تُنْكَحُ
الْمَرْأَةُ ِلأََرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا.
فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena
hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka
pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (HR.
Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)
Empat
hal tersebut merupakan faktor penyebab dipersuntingnya seorang wanita dan ini
merupakan pengabaran berdasarkan kenyataan yang biasa terjadi di tengah
manusia, bukan suatu perintah untuk mengumpulkan perkara-perkara tersebut,
demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah. Namun dzahir hadits ini
menunjukkan boleh menikahi wanita karena salah satu dari empat perkara
tersebut, akan tetapi memilih wanita karena agamanya lebih utama. (Fathul Bari,
9/164).
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “(فَاظْفَرْ
بِذَاتِ الدِّيْنِ), maknanya: yang sepatutnya bagi seorang yang beragama dan
memiliki muruah (adab) untuk menjadikan agama sebagai petunjuk pandangannya
dalam segala sesuatu terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama
bersamanya (istri). Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk mendapatkan seorang wanita yang memiliki agama di mana hal ini merupakan
puncak keinginannya.” (Fathul Bari, 9/164)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini
ada anjuran untuk berteman/bersahabat dengan orang yang memiliki agama dalam
segala sesuatu karena ia akan mengambil manfaat dari akhlak mereka (teman yang
baik tersebut), berkah mereka, baiknya jalan mereka, dan aman dari mendapatkan
kerusakan mereka.” (Syarah Shahih Muslim, 10/52)
Sifat-sifat Istri Shalihah
Sifat-sifat Istri Shalihah
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Wanita
(istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak
ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat
wanita shalihah adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang
ma‘ruf6 lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah
berkata: “Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan
taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman: “Wanita shalihah adalah
yang taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika
suaminya tidak ada (sedang bepergian, pen.), dia menjaga suaminya dengan
menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177).
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi
permasalahan dengan istri-istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan
mencampuri mereka selama sebulan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kepada
Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَسَى
رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ
مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ
وَأَبْكَارًا
“Jika sampai Nabi menceraikan kalian7, mudah-mudahan
Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik
daripada kalian, muslimat, mukminat, qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari
kalangan janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5).
Dalam
ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:
- Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), tunduk kepada perintah Allah ta‘ala dan perintah Rasul-Nya.
- Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan
larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Qanitat: wanita-wanita yang taat - Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu mereka.
- Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma).
- Saihat: wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
إِذَا
صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا،
وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ
الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan
(Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan
kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau
sukai.” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam
Shahihul Jami’ no. 660, 661).
Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, dapatlah
kita simpulkan bahwa sifat istri yang shalihah adalah sebagai
berikut:Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mempersembahkan ibadah
hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.Tunduk kepada
perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, terus menerus dalam ketaatan kepada-Nya
dengan banyak melakukan ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah, dan selainnya.
Membenarkan segala perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.Menjauhi
segala perkara yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah.Selalu
kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga
lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia
jauh dari perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti
dusta, ghibah, namimah, dan lainnya.Menaati suami dalam perkara kebaikan bukan
dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan melaksanakan hak-hak
suami sebaik-baiknya.Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia
menjaga kehormatannya dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang hendak
melihat, atau dari telinga yang hendak mendengar. Demikian juga menjaga anak-anak,
rumah, dan harta suaminya.
Sifat
istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang
disebutkan setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali
kepada suaminya dan mencari maafnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
أَلاَ
أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ
الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا
فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah
aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga
yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada
suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan
tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum
engkau ridha.” (HR. An-Nasai )
2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada
suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang
semacamnya.
3. Menjaga rahasia-rahasia suami,
lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’
bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami
yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan
intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya
bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma)
pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri)
benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).” Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ
“Jangan
lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang
bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia
menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz
Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini
shahih atau paling sedikit hasan)
4. Selalu berpenampilan yang bagus dan
menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan
menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud )
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud )
1. Ketika suaminya sedang berada di
rumah (tidak bepergian/safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan
ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat)
dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ
يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
2.
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026).
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026).
3. Pandai mensyukuri pemberian dan
kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku
dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya
kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka
mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya
salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri)
setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan
baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama
sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga pernah bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ
لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah
tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya
padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 289)
4. Bersegera memenuhi ajakan suami
untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak
menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ
رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ
الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
“Apabila
seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya,
niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke suaminya).” (HR.
Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436)
Qurthubi rahimahullah berkata: “Permasalahan ini dibawa kepada
pendapat yang mengatakan bahwa penggantian istri dalam ayat ini merupakan janji
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
seandainya beliau menceraikan mereka di dunia Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-wanita yang lebih baik daripada
mereka.” (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/127)
Tulisan
ini diposkan oleh: Najmal Falah
Nomer
telepon : 081555906438
Tanggal,
Bulan, Tahun : 2/2/2015
Alamat : Gedangan Sumber
Nanas
No comments:
Post a Comment